Kab. Tasik kabarjurnalis.com - Desa Cintawangi tengah menjadi pusat perhatian publik setelah muncul dugaan penggunaan mobil dinas berpelat merah untuk mengangkut alat peraga kampanye (APK). Polemik ini makin memanas usai beredarnya surat peminjaman kendaraan dari dinas kepada Karang Taruna, yang oleh sebagian pihak disebut sebagai surat palsu.
menurut salah satu warga Desa Cintawangi Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya, ia mengungkapkan jika memang surat tersebut menurut kepala Desa palsu kenapa tidak melaporkan kepada APH melalui jalur resmi pemerintahan dan menilai ada indikasi kuat bahwa dokumen itu palsu. “Surat pinjam dari dinas ke Karang Taruna itu palsu. Tidak ada nomor surat, tidak terdata, dan tidak sesuai prosedur resmi,” tegas sumber yang minya identitasnya dirahasiakan, senin (14/4/2025).
Ia mendesak agar Kepala Desa Cintawangi tidak tinggal diam dan segera mengambil langkah hukum. “Kalau memang itu palsu, silakan segera laporkan ke aparat penegak hukum (APH). Jangan malah diam, apalagi mempersoalkan orang yang membongkar kebenaran,” ujarnya dengan nada tegas.
Sampai saat ini, Kepala Desa Cintawangi belum memberikan pernyataan resmi terkait keaslian surat tersebut, maupun sikap terkait dugaan pemalsuan dokumen. Sikap diam itu memicu beragam reaksi dari masyarakat yang menuntut kejelasan dan ketegasan dari pemerintah desa.
Pihak Karang Taruna sendiri telah memberikan klarifikasi bahwa mereka tidak mengetahui adanya unsur politik dalam kegiatan yang mereka lakukan. Mereka menyebut kegiatan tersebut murni sosial dan sudah direncanakan jauh sebelum masa kampanye berlangsung. “Kami hanya menjalankan agenda sosial. Tidak ada niat dan tidak terlibat dalam politik praktis,” ujar Ketua Karang Taruna.
Namun publik menilai bahwa klarifikasi dari Karang Taruna belum cukup. Jika surat yang digunakan untuk peminjaman mobil dinas memang palsu, maka menurut warga dan tokoh masyarakat, harus ada tindakan hukum tegas agar masalah ini tidak berlarut-larut dan menimbulkan preseden buruk di masa mendatang.
“Jangan sampai ada kesan pembiaran. Ini menyangkut penggunaan fasilitas negara dan penyalahgunaan wewenang. Kalau surat palsu dibiarkan, ke depan akan jadi kebiasaan,” ujar salah satu warga.
Pengamat hukum desa juga menyarankan agar persoalan ini dibawa ke ranah hukum demi transparansi dan menjaga nama baik pemerintahan desa. “Ini murni ranah hukum. Jika memang palsu, harus diproses. Kalau dibiarkan, akan membuka ruang spekulasi lebih luas.”
Hingga berita ini dirilis, belum ada respons resmi dari Kepala Desa Cintawangi. Masyarakat kini menunggu langkah tegas untuk memastikan kebenaran dan menjaga integritas pemerintahan desa menjelang tahun politik. (AS)