Kota. Tasik kabarjurnalis.com - Menjelang Idulfitri 2025, kawasan Jalan HZ Mustofa dan Jalan Cihideung di Kota Tasikmalaya kembali dipenuhi oleh pedagang kaki lima (PKL) musiman. Kehadiran mereka menyebabkan penyempitan jalan dan kemacetan parah, terutama saat arus mudik dan belanja Lebaran mencapai puncaknya. Kondisi ini dikeluhkan oleh para pengguna jalan yang merasa terganggu akibat berkurangnya ruang gerak kendaraan.
Selain kemacetan, banyaknya PKL yang berjualan di bahu jalan juga mengganggu estetika kota dan menimbulkan permasalahan kebersihan. Beberapa warga mengungkapkan keprihatinan mereka terkait penataan kota yang kurang optimal, terutama dalam menghadapi lonjakan aktivitas ekonomi di musim perayaan seperti ini.
Menurut salah satu warga, Siti (45), yang setiap hari melintasi kawasan HZ Mustofa, keberadaan PKL memang menguntungkan karena menyediakan berbagai kebutuhan Lebaran dengan harga lebih terjangkau. Namun, ia juga berharap agar pemerintah lebih tegas dalam menata para pedagang agar tidak menyebabkan kemacetan yang menghambat aktivitas masyarakat.
Menanggapi situasi ini, advokat sekaligus praktisi hukum di Kota Tasikmalaya, Dani Safari Effendi, SH, MH, memberikan pernyataan tegas. Ia menekankan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya harus menjalankan peraturan daerah secara konsisten untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan publik.
"Pemerintah Kota Tasikmalaya memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa ruang publik tidak disalahgunakan. PKL memang memiliki hak untuk mencari nafkah, tetapi mereka juga harus mematuhi aturan yang ada. Jika dibiarkan tanpa regulasi yang jelas, kondisi semrawut seperti ini akan terus terjadi setiap tahun," ujar Dani Safari kamis 27 /03/2025
Ia juga menyoroti pentingnya tindakan yang tidak hanya bersifat represif, tetapi juga humanis. Menurutnya, penertiban PKL tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang merugikan pedagang kecil. Sebagai solusi, Dani menyarankan agar Pemkot Tasikmalaya menyediakan lokasi khusus bagi para PKL musiman agar mereka tetap bisa berdagang tanpa mengganggu ketertiban umum.
"Harus ada solusi jangka panjang. Pemerintah bisa membuat zona khusus bagi PKL musiman menjelang Lebaran, misalnya di area tertentu yang tidak mengganggu arus lalu lintas utama. Dengan begitu, semua pihak bisa diuntungkan," tambahnya.
Keberadaan PKL di pusat kota seperti HZ Mustofa dan Cihideung memang memiliki dampak ekonomi yang signifikan. Banyak pedagang kecil menggantungkan hidup mereka pada momen Lebaran ini untuk mendapatkan pemasukan yang lebih besar dibandingkan hari biasa. Namun, jika tidak diatur dengan baik, dampaknya bisa berbalik menjadi masalah sosial, termasuk meningkatnya potensi konflik antara pedagang, pengguna jalan, dan aparat penegak hukum.
Dani Safari juga menyoroti bahwa masalah ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kepatuhan terhadap aturan. Ia mengingatkan bahwa peraturan daerah harus ditegakkan dengan adil agar tidak menimbulkan kesan pilih kasih atau ketidakadilan bagi pihak-pihak tertentu.
Sebagai salah satu tokoh hukum di Tasikmalaya, Dani Safari berharap agar Pemkot Tasikmalaya segera mengambil langkah konkret dalam menata kawasan HZ Mustofa dan Cihideung. Ia menekankan bahwa jika tidak ada tindakan tegas dan regulasi yang lebih jelas, maka kondisi semrawut ini akan terus berulang setiap tahunnya.
Dengan adanya penataan yang lebih baik, diharapkan keseimbangan antara aktivitas ekonomi dan kenyamanan masyarakat dapat terwujud, sehingga Kota Tasikmalaya tetap menjadi kota yang tertib dan ramah bagi semua pihak. (Soni.R)