Kota. Tasik kabarjurnalis.com - Sebuah baliho bertuliskan "PR Buat Walikota Tasikmalaya: Ganti Kadisdik Kota Tasikmalaya, Kembalikan Citra Sekolah Berkualitas dari 'Pungli'" terpampang jelas di depan Kantor Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, kamis (13/03/2025).
Tulisan dalam baliho tersebut, mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja Dinas Pendidikan setempat, yang dituding terlibat dalam praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan sekolah.
Tuntutan ini menunjukkan adanya keresahan publik terkait transparansi dan integritas dalam pengelolaan pendidikan di kota Tasikmalaya. Pendidikan seharusnya menjadi sektor yang bebas dari praktik korupsi, mengingat perannya yang sangat vital dalam mencetak generasi penerus bangsa. Namun, jika benar pungli telah menjadi bagian dari sistem, maka kualitas pendidikan di Kota Tasikmalaya tentu dipertanyakan.
Pungutan liar dalam dunia pendidikan bukanlah isu baru. Di berbagai daerah, kasus-kasus serupa sering mencuat, mulai dari pungutan masuk sekolah, biaya ilegal dalam pengurusan administrasi, hingga "uang wajib" yang harus dibayar oleh siswa atau orang tua tanpa dasar yang jelas. Jika dugaan praktik ini memang terjadi di Kota Tasikmalaya, maka tidak heran jika muncul desakan untuk mengganti Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) sebagai bentuk tanggung jawab moral dan administratif.
Pendidikan yang berkualitas tidak hanya diukur dari fasilitas fisik atau nilai akademik, tetapi juga dari sistem yang bersih dan transparan. Jika lingkungan pendidikan tercemar oleh pungli, maka bukan hanya kepercayaan masyarakat yang runtuh, tetapi juga semangat belajar siswa yang terancam. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman dan mendukung pertumbuhan intelektual malah bisa berubah menjadi ladang eksploitasi bagi pihak yang tidak bertanggung jawab.
Munculnya baliho tersebut bisa menjadi alarm bagi Walikota Tasikmalaya untuk segera mengambil tindakan tegas. Sebagai pemimpin daerah, walikota harus menunjukkan sikap responsif terhadap aspirasi masyarakat. Jika memang ada indikasi pelanggaran, maka evaluasi terhadap Dinas Pendidikan perlu dilakukan, termasuk kemungkinan mengganti pejabat yang dianggap gagal menjalankan tugasnya.
Di sisi lain, pemerintah juga harus menegakkan aturan yang lebih ketat untuk mencegah praktik pungli dalam sistem pendidikan. Pengawasan yang lebih intensif, transparansi dalam penggunaan anggaran, serta jalur pengaduan yang efektif harus diperkuat agar kasus serupa tidak berulang.
Desakan yang tertuang dalam baliho tersebut bukan sekadar bentuk kemarahan, tetapi juga harapan agar pendidikan di Kota Tasikmalaya kembali ke jalur yang benar. Sekolah harus menjadi tempat yang aman, bebas dari tekanan finansial yang tidak seharusnya dibebankan kepada siswa atau orang tua.
Masyarakat menginginkan sistem pendidikan yang jujur dan profesional, di mana tenaga pendidik dan pejabat terkait bekerja demi kepentingan siswa, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Jika perubahan bisa segera dilakukan, maka kepercayaan masyarakat terhadap dunia pendidikan akan pulih, dan Kota Tasikmalaya bisa kembali dikenal sebagai kota dengan sekolah-sekolah berkualitas.
Kini, semua mata tertuju pada Walikota Tasikmalaya. Apakah ia akan mengabaikan tuntutan ini, ataukah akan bertindak cepat untuk menyelamatkan citra pendidikan di kotanya? Jawabannya akan menentukan arah masa depan pendidikan di Tasikmalaya. (Soni.R)