Kota. Tasik (kabarjurnalis.com) - Kota Tasikmalaya yang dikenal dengan beragam kekayaan budayanya, baru saja menyaksikan kontroversi yang muncul dari sikap Walikota dan Wakil Walikota Tasikmalaya terpilih. Pasalnya pasangan walikota dan wakil walikota Tasikmalaya Viman Alfarizi dan Diky Chandra, keduanya absen tanpa memberikan alasan yang jelas, dalam sebuah acara budaya yang diselenggarakan oleh DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kota Tasikmalaya.
Keputusan ini memicu kekecewaan dari berbagai kalangan, terutama mengingat bahwa dalam janji kampanyenya, mereka mengaku bahwa pelestarian budaya, menjadi salah satu program unggulan yang digaungkan kepada masyarakat.
Menurut pengakuan Ketua DPC PWRI Kota Tasikmalaya, Asep Setiadi mengaku kecewa dengan janji kampanye kedua pasangan tersebut. karena, acara budaya yang diselenggarakan ini, untuk memperkuat identitas lokal dan merayakan keragaman tradisi yang dimiliki oleh Tasikmalaya. Kehadiran pemimpin daerah sangat dinantikan sebagai bentuk dukungan nyata terhadap pelestarian budaya. Namun, ketidakhadiran Viman dan Diki dianggap sebagai sinyal awal bahwa komitmen mereka terhadap budaya hanya sebatas retorika kampanye, Ungkap Asep Setiadi. (13/1/2025).
Dalam kampanyenya, pasangan Viman dan Diki menjanjikan perhatian khusus pada sektor budaya. Mereka mengusung program-program yang menjanjikan revitalisasi kesenian tradisional, dukungan bagi seniman lokal, dan penguatan identitas budaya Tasikmalaya. Janji ini mendapatkan simpati luas dari masyarakat, terutama komunitas budaya yang merasa bahwa sektor ini kerap kali terpinggirkan oleh prioritas lain dalam pemerintahan.
Namun, absennya mereka dalam acara DPC PWRI menjadi bahan diskusi hangat. Tidak sedikit pihak yang mempertanyakan apakah janji tersebut hanya strategi politik untuk meraih suara, atau benar-benar akan diwujudkan setelah mereka resmi menjabat. Beberapa tokoh budaya menyatakan kekecewaannya secara terbuka. "Belum dilantik saja sudah tidak hadir. Lalu bagaimana nanti setelah menjabat, apakah budaya akan tetap menjadi prioritas?" Kesal Asep Setiadi Saat diwawancari awak media.
Sikap ini kontras dengan harapan masyarakat. Sebagai pemimpin muda yang diharapkan membawa perubahan positif, Viman dan Diki seharusnya memanfaatkan setiap kesempatan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap program yang telah dijanjikan. Kehadiran dalam acara budaya bukan sekadar formalitas, tetapi bukti nyata bahwa mereka memahami pentingnya budaya dalam membangun identitas dan karakter masyarakat Tasikmalaya, pintanya.
Tidak sedikit pihak yang membela absennya kedua pemimpin terpilih tersebut, dengan alasan bahwa jadwal mereka mungkin sudah padat menjelang pelantikan. Namun, alasan ini dinilai kurang dapat diterima mengingat acara tersebut telah diumumkan jauh-jauh hari, sehingga semestinya dapat menjadi prioritas.
Kekecewaan masyarakat ini menjadi peringatan awal bagi Viman dan Diki. Setelah dilantik, tantangan mereka bukan hanya mewujudkan janji kampanye, tetapi juga membangun kepercayaan masyarakat. Ketidakhadiran mereka dalam acara ini sudah cukup untuk menimbulkan keraguan terhadap keseriusan mereka dalam menjalankan program yang diusung.
Budaya bukan sekadar aspek pelengkap dalam pembangunan daerah. Ia adalah identitas, kebanggaan, dan akar yang menyatukan masyarakat. Pemimpin yang tidak memberi perhatian pada budaya menunjukkan ketidakpahaman terhadap hal mendasar ini.
Kini, masyarakat Tasikmalaya hanya bisa berharap bahwa absen mereka dalam acara budaya ini, bukan pertanda awal dari sikap acuh tak acuh terhadap budaya di masa depan. Viman dan Diki masih memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka adalah pemimpin yang benar-benar peduli dan berkomitmen terhadap janji kampanye mereka. Namun, langkah awal mereka jelas akan diingat oleh masyarakat, terutama oleh para penggiat budaya. Pungkas Asep Setiadi. (Soni.R)