Kota. Tasik (kabarjurnalis.com) - Aksi demonstrasi besar-besaran di Bale Kota Tasikmalaya, merupakan buntut dari kekecewaan mereka terhadap Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561.7/Kep.838-Kesra/2024 tentang Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK). Keputusan tersebut tidak mencantumkan Kota Tasikmalaya dalam daftar penerima UMSK, yang dinilai merugikan ribuan buruh di wilayah tersebut.
Ketua Umum Garuda Pusaka Nusantara (Gapura) Tatang Sutarman, dalam keterangannya kepada media, turut angkat bicara mengenai masalah ini. Ia menilai keputusan gubernur tersebut sebagai langkah yang kurang adil dan tidak mempertimbangkan kebutuhan riil para pekerja, khususnya di Kota Tasikmalaya. "Keputusan ini sangat tidak pro terhadap kesejahteraan buruh. Apalagi, UMK di Kota Tasikmalaya sudah tergolong rendah dibandingkan dengan kota lain di Jawa Barat," ujar Pria Yang biasa disebut Tatang Toke sabtu (18/01/2025).
UMK Kota Tasikmalaya saat ini berkisar Rp 2,5 juta, yang dianggap tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup layak di tengah kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Hal ini memicu keresahan di kalangan buruh, terutama setelah rekomendasi dari Penjabat Walikota Tasikmalaya yang telah disepakati oleh Dewan Pengupahan Kota tidak diakomodasi oleh pemerintah provinsi.
Dalam aksi yang berlangsung di depan Bale Kota Tasikmalaya, puluhan ormas menyampaikan aspirasi mereka, dengan membakar ban dan membawa spanduk bertuliskan tuntutan revisi terhadap Pergub 561. Mereka meminta pemerintah segera mencabut atau memperbaiki keputusan tersebut agar Kota Tasikmalaya dapat dimasukkan dalam daftar penerima UMSK.
Sementara ketua Forum Demokrasi Masyarakat Madani (fordem) Ade Gunawan, menyatakan bahwa keputusan ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum. "Kami merasa hak kami sebagai pekerja diabaikan. Keputusan ini seolah-olah menunjukkan bahwa pemerintah tidak peduli dengan kondisi buruh di Tasikmalaya," tegas Degun.
Ketua Gapura Tatang Toke menambahkan, persoalan upah ini tidak hanya berdampak pada buruh, tetapi juga pada stabilitas ekonomi Kota Tasikmalaya. "Jika buruh tidak mendapatkan upah yang layak, daya beli mereka akan turun, dan ini akan berimbas pada sektor usaha. Kita semua dirugikan," ujarnya.
Namun, hingga aksi ini berlangsung, tidak ada perwakilan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, termasuk Penjabat Wali Kota atau Sekretaris Daerah, yang menemui para demonstran. Hal ini semakin memperburuk situasi, dengan buruh merasa bahwa aspirasi mereka tidak didengar, hanya asda tiga Tedi yang hadir menghadapi pendemo dan menyampaikan akan berusaha keras untuk memperjuangkan aspirasi kaum buruh, dan ia berjanji akan melayangkan nota keberatan ke Propinsi.
Dalam upaya mencari solusi, Ketua Gapura mendesak pemerintah provinsi dan kota untuk duduk bersama dengan perwakilan buruh guna mencari jalan tengah yang dapat mengakomodasi kebutuhan semua pihak. Ia juga meminta agar pemerintah lebih transparan dalam proses penetapan kebijakan terkait upah.
Aksi ini, menjadi bukti nyata bahwa isu kesejahteraan buruh masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Buruh di Kota Tasikmalaya berharap suara mereka didengar dan direspons dengan kebijakan yang berpihak pada mereka. Hingga berita ini diturunkan, aksi protes di depan Bale Kota Tasikmalaya masih terus berlangsung, dengan tuntutan yang sama: revisi Pergub 561 dan keadilan upah bagi buruh di Kota Tasikmalaya. (Soni.R)