Kab. Tasik kabarjurnalis com - Masyarakat kota/ Kabupaten Tasikmalaya, dibuat bingung dengan keberadaan mobil siaga Desa yang seharusnya menggunakan plat sesuai dengan pesanan yaitu di Kabupaten Tasikmalaya, justru malah menggunakan plat nomor Kota Tasikmalaya. Kejanggalan ini menimbulkan berbagai spekulasi, mulai dari dugaan kesalahan administrasi hingga potensi kelalaian dalam pengadaan kendaraan, senin (17/03/2025).
Salah satu mobil siaga milik Desa Mekarwangi yang berada di Kabupaten Tasikmalaya, kendaraan operasional tersebut dibeli untuk meningkatkan pelayanan masyarakat Desa, seharusnya menggunakan plat nomor yang sesuai dengan wilayah administrasinya. Dalam hal ini, wajar jika masyarakat mempertanyakan mengapa kendaraan tersebut malah menggunakan plat Kota Tasikmalaya.
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menjelaskan dalam fenomena ini. Pertama, bisa jadi ada kesalahan administrasi dalam proses registrasi kendaraan di Samsat. Jika kendaraan ini didaftarkan di Kota Tasikmalaya, baik karena kelalaian atau faktor lain, maka pelat nomor yang dikeluarkan tentu mengikuti wilayah tersebut.
Kedua, kendaraan ini mungkin merupakan hibah atau pengadaan yang dilakukan oleh instansi di Kota Tasikmalaya. Dalam beberapa kasus, pengadaan kendaraan dinas dilakukan oleh pihak ketiga yang berdomisili di wilayah kota, sehingga saat registrasi, kendaraan tersebut otomatis mendapatkan plat nomor Kota Tasikmalaya.
Yang ketiga, kemungkinan bahwa kendaraan ini sebenarnya tidak terdaftar sebagai kendaraan dinas resmi Desa, melainkan berasal dari pihak lain yang kemudian dialokasikan untuk keperluan Desa. Jika ini yang terjadi, maka perlu ada transparansi mengenai asal-usul kendaraan tersebut dan bagaimana proses pengalihannya.
Kejanggalan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Mereka bertanya-tanya apakah ada kesalahan dalam administrasi pengadaan kendaraan, atau bahkan potensi penyalahgunaan wewenang. Dalam konteks pemerintahan Desa, transparansi dalam pengelolaan aset sangat penting agar tidak menimbulkan kecurigaan atau ketidakpercayaan dari warga.
Selain itu, dari sisi hukum dan regulasi, kendaraan yang tidak sesuai dengan wilayah administrasi pemiliknya bisa saja menimbulkan implikasi legal. Jika sewaktu-waktu ada pemeriksaan dari pihak berwenang, hal ini dapat menjadi permasalahan yang perlu diselesaikan secara administratif.
Untuk menghindari spekulasi liar, pemerintah Desa dan pihak terkait perlu segera memberikan klarifikasi kepada masyarakat. Jika memang ada kesalahan administrasi, maka proses perbaikan di Samsat harus segera dilakukan agar plat nomor kendaraan sesuai dengan wilayahnya.
Selain itu, Pemerintah Daerah dan pihak terkait perlu mengevaluasi sistem pengadaan kendaraan dinas, agar kejadian serupa tidak terulang. Jika kendaraan berasal dari hibah, maka dokumen legalitasnya harus diperjelas agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari.
Pada akhirnya, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset Desa adalah kunci utama dalam membangun kepercayaan masyarakat. Kejanggalan seperti ini harus segera ditindaklanjuti dengan penjelasan yang detil dan tindakan yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Jika dibiarkan berlarut-larut, hal ini bisa menimbulkan preseden buruk dalam pengelolaan kendaraan dinas di wilayah pedesaan. (Soni.R)